Sabtu, 21 April 2012

MAKALAH PENCIPTAAN ALAM SEMESTA MENURUT VEDA


BAB I
1.1Pendahuluan



            Teori tentang penciptaan jagat raya bersumber kepada kitab suci Veda dan susastra Hindu. Kitab suci Veda merupakan wahyu Tuhan Yang Maha Esa yang terdiri dari kitab Ṛgveda, Yajurveda, Samaveda dan Atharvaveda. Masing-masing kitab itu disebut Samhita dan keempatnya disebut Catur Veda Samhita. Masing-masing Samhita tersebut memiliki kitab-kitab Brahmana, Aranyaka dan Upaniṣad yang jumlahnya cukup banyak. Seluruh kitab-kitab tersebut digolongkan ke dalam kitab-kitab Sruti atau wahyu Tuhan Yang Maha Esa.
                                                            
             Di samping sumber utama tersebut di atas, sumber lainnya adalah kitab-kitab yang digolongkan ke dalam kitab-kitab susastra Hindu, yaitu kitab-kitab Itihasa seperti Ramayana dan Mahabharata, juga kitab-kitab Purāṇa yang jumlahnya sebanyak 18 buah. Kitab-kitab tersebut menguraikan tentang penciptaan alam semesta, makhluk hidup di dalamnya dan bagaimana proses penciptaan tersebut terjadi. Khusus kitab-kitab Purāṇa, sampradaya atau kelompok keagamaan Hindu Vaiṣṇava memasukkannya ke dalam kitab Veda atau sruti, yakni wahyu Tuhan Yang Maha Esa dan meyakini mahārṣi Vyasa sebagai penyusun kitab-kitab tersebut juga
sebagai avatara-Nya (Penjelmaan Tuhan Yang Maha Esa).


1.2 Rumusan Masalah
1.      Bagaimana penciptaan alam semesta menurut Veda(Nasadiyasūkta) ?
2.      Bagaimana penciptaan alam semesta menurut Veda(Puruṣasūkta) ?
3.      Bagaimana penciptaan alam semsesta menurut purana (Sarga) ?
4.      Bagaimana Stuktur Dunia Dalam Agama Hindu ?
5.      Berapa Umur alam semesta menurut agama hindu ?


1.3 Tujuan
1.      Mahasiswa Mampu Menjelaskan Bagaimana Penciptaan Alam Semesta Menurut Veda  (Nasadiyasūkta)!
2.      Mahasiswa Mampu Menjelaskan Bagaimana Penciptaan Alam Semesta Menurut Veda  (Puruṣasūkta)!
3.      Mahasiswa Mampu Menjelaskan Bagaimana Penciptaan Alam Semesta Menurut Purana (Sarga)!
4.      Mahasiswa Mampu Menjelaskan Bagaimana Struktur Dunia Jika Ditinjau Dalam Agama Hindu !
5.      Mahasiswa Mampu Menjelaskan Berapa Umur Alam Semesta Menurut Agama Hindu !




BAB II

2.1 Penciptaan Menurut Kitab Suci Veda
           Di dalam kitab suci Veda terdapat dua Sūkta (himne) yang secara khusus menguraikan tentang penciptaan jagat raya yang dikenal dengan sebutan Nasadiyasūkta dan Puruṣasūkta. Yang pertama menjelaskan asal atau kejadian alam semesta dan yang kedua merupakan dasar filosofis Veda yang menyatakan bahwa segala sesuatunya berasal dari Yajña, yakni pengorbanan Tuhan Yang Maha Esa yang mesti diikuti oleh umat-Nya sebagai usaha untuk menjaga kelangsungan dan harmoni alam semesta.
2.1.1 Penciptaan Menurut Nasadiyasūkta
Berikut dikutipkan terjemahan Nasadiyazūkta (Terjadinya Alam Semesta)(Ṛgveda X.129.1-7) tersebut.
            Pada waktu itu, tidak ada mahluk (eksistensi) maupun non makhluk (non eksistensi); pada waktu itu tidak ada atmosfir dan juga tidak ada lengkung langit di luarnya. Pada waktu itu apakah yang menutupi, dan di mana ? Airkah di sana, air yang tak terduga dalamnya (1)’
   
            Waktu itu, tidak ada kematian, pun pula tidak ada kehidupan. Tidak ada tanda yang menandakan siang dan malam. Yang Esa bernafas tanpa nafas menurut kekuatannya sendiri. Bernafas menurut kekuatan-Nya sendiri. Di luar Dia tidak ada apa pun juga (2)’

            ‘Pada mula pertama kegelapan ditutupi oleh kegelapan. Semua yang ada ini adalah keterbatasan yang tak dapat dibedakan. Yang ada waktu itu adalah kekosongan dan yang tanpa bentuk. Dengan tapas (tenaga panas) yang luar biasa lahirlah kesatuan yang kosong (3)’

             ‘Pada awal mulanya keinginan menjadi bermanifestasi. Yang merupakan benih awal dan benih semangat. Para Ṛṣi setelah meditasi dalam hatinya menemukan dengan kearifannya hubungan antara eksistensi dan non eksistensi (4)’

              ‘Sinar-Nya terentang ke luar, apakah ia melintang, apakah ia di bawah atau di atas. Kemudian ada kemampuan memperbanyak diri dan kekuatan yang luar biasa dahsyatnya, materi gaib ke sini dan energi ke sana (5)’

‘Siapakah yang sungguh-sungguh mengetahui dan memapar-kannya di sini, dari manakah datangnya alam semesta yang menjadi ada ini? Orang-orang bijaksana lebih belakang dari ciptaan alam semesta ini, karena itu siapakah yang mengetahui dari mana munculnya (ciptaan) ini (6)’

‘Sesungguhnya Dia yang telah menciptakan alam semesta ini, serta mengendalikannya (di dalam kekuasaan-Nya). Dia yang mengawasi alam semesta ini berada di atas angkasa yang tak terhingga, sesungguhnya Dia mengetahui alam semesta ini seluruhnya dan Wahai Manusia! Janganlah mengakui eksistensi lain yang mana pun sebagai Pencipta alam semesta ini (7)’

            Dari terjemahan mantram Ṛgveda di atas dapat diketahui pandangan yang mendasar tentang misteri dari alam semesta ini. Sūkta di atas menjelaskan tentang asal alam semesta dan Tuhan Yang Maha Esa yang merupakan asal dari alam semesta tersebut. Sūkta pertama menjelaskan bahwa pada mulanya adalah kosong, tidak ada apa pun benda material. Sūkta kedua menjelaskan eksistensi Tuhan Yang Maha Esa yang bernafas dengan kekuatan-Nya sendiri. Sūkta ketiga menjelaskan bahwa pada mulanya adalah kekosongan, tidak ada sesuatu apa pun dan tanpa bentuk. Disebutkan pula dari pada-Nya tenaga panas (energi) muncul yang merupakan proses awal penciptaan. Dari keinginan-Nya muncul penciptaan dan hal ini dapat diketahui oleh para Ṛṣi yang bermeditasi kepada-Nya (Sūkta 4). Sūkta kelima menjelaskan terciptanya benih-benih kehidupan. Sūkta keenam dan ketujuh menjelaskan terjadinya alam semesta.

              Klaus K. Klostermaier (1990:110) mengemukakan beberapa kata kunci untuk memahami proses penciptaan menurut Nasadiyasūkta di atas, yaitu: tapas, panas, kekuatan seorang Yogi (Ṛṣi) yang disebut sebagai yang bertanggung jawab pertama dalam proses penciptaan. Kama, keinginan atau dorongan nafsu (keinginan untuk mencipta) yang menyebabkan keserbaragaman dan yang melekat dalam ketidakabadian.

2.1.2 Penciptaan menurut Puruṣasūkta
Tentang penciptaan alam semesta lebih jauh dinyatakan dalam Puruṣasūkta (Yajña Tuhan Yang Maha Esa) (Ṛgveda X.90.1-16) yang terjemahannya dikutipkan sebagai berikut:

‘Puruṣa (Manusia Kosmos) berkepala seribu, bermata seribu, berkaki seribu, memenuhi jagat raya, pada semua arah, mengisi seluruh angkasa (1)’

‘Sesungguhnya Puruṣa adalah semua ini, semua yang ada sekarang dan yang akan datang, Dia adalah raja keabadian yang terus membesar dengan makanan (2)’

‘Demikian hebat kebenarannya. Dan Puruṣa bahkan lebih besar dari ini. Semua wujud ini adalah seperempat dari diri-Nya. Tiga perempat lagi adalah keabadian ada di sorga (3)’

‘Tiga perempat dari Puruṣa pergi membubung jauh. Seperempat lagi lagi berada di alam ini yang berproses terus menerus berselang-seling dalam berbagai wujud yang bernyawa dan yang tidak bernyawa (4)’.

‘Dari Dia Viraj (Dia Yang Bercahaya) lahir dan dari Virāj Dia kembali. Segera setelah Dia lahir Dia mengembang ke seluruh penjuru, mengembang mengatasi alam semesta (5)’

‘Ketika para Dewa mengadakan upacara kurban dengan Puruṣa sebagai persembahan, maka minyaknya adalah musim semi, kayu bakarnya adalah musim panas dan sajian persembahannya adalam musim gugur (6)’

‘Mereka mengorbankan sebagian korban pada rumput. Puruṣa yang lahir pada awal kejadian alam semesta. Pada Dia para Dewa dan semua Sadhya dan para Ṛṣi mempersembahkan kurban (7)’

‘Dari korban Puruṣa dipersembahkan keluarlah dadih dan mentega yang sudah bercampur. Kemudian Dia jadikan binatang-binatang yang padanya berbeda. Baik binatang buas maupun binatang jinak (8)’

‘Dari korban Puruṣa yang dipersembahkan, Ric (Ṛgveda) dan Sama (Samaveda) muncul. Dari Dia lahirnya metrik. Dari Dia lahirnya Yajus (Yajurveda) (9)’

‘Dari Dia lahirlah kuda dan binatang apa saja yang mempunyai gigi dua baris. Sapi lahir dari Dia. Dari Dialah lahirnya kambing dan biri-biri (10)’.

‘Ketika mereka menjadikan Puruṣa persembahan, menjadi berapa bagiankah Dia? Dan apakah mereka sebut paha kaki-Nya? (11)’

‘Dari mulut-Nya muncul Brahmana, dari lengan-Nya muncul Rajanya (Ksatriya), dari paha-Nya muncul Vaisya, dan Sudra muncul dari kaki-Nya (12)’

‘Bulan muncul dari pikiran-Nya, matahari dari mata-Nya, Indra dan Agni muncul dari mulut-Nya, dan Vayu dari nafas-Nya (13)’.

‘Dari pusar-Nya cakrawala ini muncul, dari kepala-Nya muncul langit, dari kaki-Nya muncul bumi, dari telingap-Nya lahir keempat penjuru mata angin, demikianlah Dia membentuk alam semesta ini (14)’.

‘Tujuh pagar kelilingnya upacara korban itu, tiga kali enam potong kayu bakar disiapkan, ketika para Dewa mempersembahkan upacara itu yang menjadikan Puruṣa sebagai kurban (15)’

‘Dewa-dewa dengan mengandakan upacara korban memuja Dia (Manusia Kosmos) yang juga merupakan upacara korban itu. Dia yang agung mencapai sorga yang mulia tempat para Sadhyas, Dewa-Dewa zaman dahulu (16)’

            Puruṣasūkta adalah sebuah Sūkta (himne) yang menjelaskan kondisi sebelum penciptaan dan pengejawantahan-Nya. Kondisi tersebut merupakan dua kondisi berubah dan kekal abadi, jagatas tasthusas. Hal tersebut merupakan proses abadi yang dari padanya Ia Yang Tidak Terbatas menjadi terbatas. Sūkta tersebut merupakan perubahan bentuk yang direncanakan dari Wujud Manusia Tertinggi (Supreme Person) dan proses terciptanya alam semesta. Tuhan Yang Maha Agung dan Maha Sempurna dikenal oleh para mahārṣi (orang-orang suci). Mereka menggambarkan Tuhan Yang Maha Esa sebagai Yang Bercahaya seperti cahaya ribuan matahari, yang terletak di samping Kegelapan. Pengetahuan tentang Tuhan Yang Maha Tunggal, dinyatakan oleh para mahārṣi yang membebaskan pencari kebenaran dari segala keterikatan dan menjadikannya kekal abadi (Reddy, 1991: 175).

            Puruṣa bukanlah semata-mata Manusia Kosmos, tetapi juga merupakan aspek personal dari seluruh realitas. Konsep manusia meliputi esensi hubungan internal. Segala sesuatunya merupakan bagian dari Yang Esa dan unik yakni Puruṣa. Dari Puruṣa, Viraj, emanasi kedewataan yang pertama menampakkan diri dan berproses. Makhluk yang tidak terciptakan, yang keberadaan-Nya berfungsi sebagai media dalam proses penciptaan, meningkatkan dan juga turun kepada semua makhluk, dan juga kepada keseluruhan aktivitas, Dia juga mengandung aspek feminin, tidak hanya dalam kaitannya dengan gender, tetapi juga dalam hukum-Nya (Panikkar, 1989:73).

            Menurut Puruṣasūkta di atas, Tuhan Yang Maha Esa sendiri yang mengorbankan diri-Nya untuk menciptakan jagat raya ini, yang penampakkan-Nya di alam semesta dalam wujud materi hanya seperempat bagian sedang tiga perempat lainnya tidak terjangkau oleh umat manusia.

             Seluruh jagat raya berasal dari pada-Nya melalui Viraj, proses alam semesta dan segala isi di dalamnya berlangsung. Proses penciptaan (sristi atau utpati) dan pemeliharaan (stiti) alam semesta ini berlangsung selama Tuhan Yang Maha Esa menghendakinya dan tentunya juga akan berakhir ketika Dia menghendakinya pula.

              Proses tercipta, terpelihara, dan peleburan (pralaya) kembali alam semesta berserta seluruh isinya disebut Trikona, tiga titik kulminasi yang berlangsung terus. Proses tersebut juga dinamakan lila atau krida Tuhan Yang Maha Esa. Menurut A.L.Basham (1992:3240 motivasi penciptaan seperti tersebut, yakni berupa lila atau krida dari Jiwa Alam Semesta dapat dianalogikan dengan hasil karya seni yang muncul dari pikiran seorang artis.

               Di samping mantra-mantra tentang peenciptaan seperti telah disebutkan di atas terdapat juga mantra yang menjelaskan tentang bibit abadi berupa telur berwarna keemasan (Hiranyagarbha) yang kemudian dari pada-Nya terciptalah seluruh jagat raya seperti dinyatakan dalam Ṛgveda X.121.1 berikut:

Pada awalnya terlahirlah Hiranyagarbha, Dia yang demikian menunjukkan eksistensinya, menjadi raja dari semua makhluk, Dia yang menyangga bumi dan sorga.

            Di dalam kitab suci Veda dijelaskan tentang awal penciptaan alam semesta ini dan yang pertama eksis adalah Tuhan Yang Maha Esa sendiri, kemudian menjadikan diri-Nya sendiri sebagai Yajna dan kemudian berpikir “aham bahu syam”, “Saya ingin menciptakan yang banyak”. Sejak saat itu mulailah penciptaan alam semesta. Pertama-tama tercipta air. Di sanalah telur Hiranyagarbha berada. Telur itu kemudian pecah menjadi dua bagian, yaitu satu bagian menjadi bumi dan bagian yang lain menjadi angkasa. Segala proses penciptaan alam semesta baru dimulai setelah telur yang mengandung air itu pecah (Somvir, 2001:34-35).

            Berdasarkan kutipan terjemahan mantra-mantra Veda di atas, maka penciptaan alam semesta menurut kitab suci Veda dimulai dengan tapas yang memancarkan cahaya (energi), selanjutnya Tuhan Yang Maha Esa berkehendak dan melaksanakan Yajña dan yang terakhir dari pada-Nya pula lahir bibit berupa telur keemasan (Hiranyagarbha) yang di alam semesta tampak plenet-planet yang demikian banyak jumlahnya berwujud sebagai telor dan berwarna keemasan.




2.2 Penciptaan menurut kitab-kitab Purāṇa

            Isi pokok kitab-kitab Purāṇa umumnya dikenal dengan Pancalaksana, yang terdiri dari: (1) Sarga (ciptaan alam semesta yang pertama/yang sangat halus), (2) Pratisarga (penghancuran dan penciptaan kembali alam semesta), (3) Manvantara (masa dan perubahan Manu-Manu pada setiap masa), (4) Vamsa (cerita dinasti raja-raja yang berkuasa di bumi, dan (5) Vamsanucarita (dinasti raja-raja & Ṛṣi-Ṛṣi dan raja yang akan datang). Dalam uraian ini dibatasi hanya pada sarga

2.2.1 Sarga (ciptaan alam semesta yang pertama/yang sangat halus)

            Sarga adalah (proses) penciptaan (yang halus) berupa lima unsur (Panca Mahabhuta), obyek-obyek indriya, organ indriya dan pikiran, ego (ahamkara) dan prinsip kecerdasan kosmik (mahat), selanjutnya terganggunya keseimbangan dari sifat-sifat alam (guna/bhuta-matendriya-dhiyam janmasarga udaritah).

            Di kitab-kitab Purāṇa yang lain digambarkan sebagai “evolusi mahat, karena terganggunya keseimbangan Triguna selanjutnya mendorong yang tidak termanifestasikan, avyakrita, yakni unsur materi yang pertama atau Prakriti), dari tiga lapis Ahamkara (keakuan dari Mahat) dan (tiga lapis Ahamkara) dari 5 unsur alam (Bhuta), (sebelas) organ indriya (Panca Budhiriya, Karmendriya dan pikiran) dan obyek-obyek indriya.

Penciptaan ada dua jenis, yaitu: (1). Alaukika (kedevataan) dan (2) Laukika (keduniawian).

            Penciptaan Alaukika/kedevataan merupakan penciptaan yang terdiri dari 33 devata, saat itu Tuhan Yang Maha Esa dalam bentuk Yajna-Varaha, mewujudkan diri-Nya sebagai seekor babi hutan untuk menyelamatkan dunia. Penggambaran penjelmaan Tuhan Yang Maha Esa sebagai seekor babi hutan (yang membunuh raksasa Hiranyaksa) tidak lain maksudnya adalah untuk selamatnya umat manusia, dan hal ini juga menggambarkan ajaran Karma Marga (jalan perbuatan).

            Penciptaan Laukika (keduniawian), dimaksudkan adalah penciptaan yang menggambarkan evolusi dari alam semesta yang terdiri dari 28 unsur, empat unsur materi/alam (bhuta) dan waktu (kala). Episode yang menguraikan ajaran Kapila (dan istrinya) dalam kitab Bhagavata Purāṇa menggambarkan jalan pengetahuan (Jnana Marga
Di dalam kitab Bhagavata Purāṇa (XII.7.11) diuraikan sepintas tentang penciptaan ini ke dalam beberapa topik antara lain evolusi Mahat (prinsip dasar dari kecerdasan kosmik), dari bergejolak dan terganggunya keseimbangan dari Triguna yang belum termanifes (Prakriti, unsur materi/bahan yang permulaan), memimpin evolusi Triguna selanjutnya (tipe-tipe Vaikarika atau Sattvika, Rajasa dan Tamasa, tergantung dari dominasi masing-masing guna), evolusi berlaut pada unsur-unsur alam (bhuta), alat indriya, dan obyeknya (seperti unsur yang kasar dan devata yang bersemayam pada masing-masing organ indriya (Loc.Cit).



Lebih jauh tentang penciptaan ini digambarkan dalam kitab Agni Purāṇa (17.1-16), sebagai berikut:

Agni bersabda:

Aku akan menjelaskan sekarang penciptaan alam semesta, yang merupakan dari krida (lila) Sang Hyang Visnu (dalam Samkhya disebut Brahma). Beliaulah yang menciptakan sorga dan lain-lain. Pada permulaan ciptaan dan dilengkapi dengan sifat-sifat dan tanpa sifat-sifat (1).

1) Brahma, yang tidak menampakan diri, sesungguhnya Yang Ada. Saat itu tidak ada langit, siang atau malam, dan lain-lain. Sang Hyang Visnu masuk ke-dalam Prakriti (unsur materi) dan ke dalam Puruṣa (unsur kesadaran) dan menggerakkannya(2).

2) Pada saat penciptaan yang pertama kali terpencar adalah intelek (kecerdasan budi/mahat). Kemudian terwujudlah ego (ahamkara), selanjutnya disusul pertama dari keadaan natural (Vaikarika), kilauan cahaya (taijasa) unsur-unsur alam, dan sebagainya dan kegelapan (tamasa/yang menciptakan kebodohan(3).

3) Kemudian meluaplah ether (akasa) yang merupakan unsur dasar suara (sabda) dari ego (ahamkara). Kemudian angin (vayu) merupakan unsur dasar sentuhan (sparsa) dan api (teja) sebagai unsur dasar warna (rupa) menjadi ada dari padanya(4).

4) Air (apah) sebagai unsur dasar rasa (rāsa/menjadi ada) dari padanya. Tanah (prithivi) sebagai unsur bau (gandha). Dari kegelapan lahirlah ego, indriya (menjadi ada) yang nampak berkilauan(5).

5) Evolusi selanjutnya adalah terciptanya 10 kahyangan dan pikiran, sebelas indriya selanjutnya munculah Sang Hyang Svayambhu (yang ada dengan sendirinya), yakni Sang Hyang Brahma yang berkeinginan menciptakan berbagai tipe mahluk hidup(6).

6) Sang Hyang Brahma menciptakan air yang pertama. Air berhubungan dengan (disebut) sebagai narah, karena hal itu merupakan ciptaan spirit yang Tertinggi(7).

7) Dari pergerakkannya yang pertama dari semuanya itu, karenanya Ia disebut Narayana. Kemudian tergeletak (mengambang) telur di atas air yang warnanya keemasan(8).

8) Dari pada itu, Sang Hyang Brahma lahir dengan keinginannya sendiri, oleh karenanya kita mengenal sebagai yang lahir dengan sendirinya (Svayambhu). Hidup (di dalamnya) sepanjang tahun, karenanya disebut Hiranyagarbha, kemudian menjadikan telur itu dua bagian, yaitu menjadi sorga dan bumi. Di antara kedua bagian itu, Tuhan Yang Maha Esa menciptakan langit (9-10).

9) Sepuluh penjuru menyangga bumi yang mengambang di atas air. Kemudian Sang Hyang Prajapati (Brahma yang merupakan pencipta mahluk hidup dan alam semesta) berkeinginan mencipta, menciptakan waktu, pikiran, perkataan, keinginan, kemarahan, keterikatan dan yang lain-lain. Dari cahaya Ia menciptakan petir dan mendung, bianglala, dan burung-burung. Ia pertama menciptakan Parjanya (Indra, dewa hujan). Kemudian menciptakan Ṛgveda (Rcah), Yajurveda (Yajumsi), dan Samaveda (Samani) untuk menyelesaikan Yajña-Nya (11-13).

10) Mereka yang ingin menyelesaikan (Yajña), memuja para devata dengan (merapalkan) mantra-mantra tersebut. Mahluk hidup yang tinggi dan rendah diciptakan-Nya. Ia menciptakan Sanatkumara dan Rudra, yang lahir dari kemarahan-Nya (14).

11) Kemudian Ia menciptakan para Ṛṣi Marici, Atri, Angirasa, Pulastya, Pulaha, Kratu, Vasistha, yang diyakini sebagai putra-putra yang lahir dari pikiran Sang Hyang Brahma (15).

12) Oh, Yang Mulia! Para Ṛṣi tersebut melahirkan (banyak) mahluk hidup, membagi diri-Nya atas dua bagian, separo menjadi laki-laki dan saparoh lagi menjadi perempuan. Selanjutnya Brahma melahirkan anak-anak-Nya melalui separoh bagiannya yakni bagian yang perempuan (16/Gangadharan, Vol.27, Part I, 1984: 39-41).

Pada bagian lain, kitab Agni Purāṇa (20.9.1-8) menjelaskan lebih terperinci proses penciptaan alam semesta yang digambarkan sebagai berikut:

1) Ciptaan pertama adalah intelek atau kecerdasan budi (mahat) dari Brahma. Ciptaan yang kedua adalah unsur materi yang sangat halus (tanMatra) yang dikenal dengan nama Bhutasarga (penciptaan elemen alam semesta/pañca mahabhuta (1).

2) Ciptaan yang ketiga adalah evolusi (vaikarikasarga) yakni penciptaan organ indriya (aindriyasarga). Ciptaan tersebut adalah ciptaan pertama (prakritasarga) yang ke luar dari intelek (kecerdasan budi) (2).

3) Ciptaan yang keempat adalah ciptaan dasar/utama (mukhyasarga). Sesuatu yang tidak bergerak dikenal sebagai dasar (penciptaan). Penciptaan kelima disebut penciptaan kualitas yang lebih rendah (tiryaksrota) yang dinamakan sebagai ciptaan mahluk di bawah manusia (seperti binatang, burung-burung, dan lain-lain (3).

4) Ciptaan yang keenam adalah mahluk-mahluk yang lebih tinggi (urdhvasrota) dikenal sebagai ciptaan kahyangan. Penciptaan yang ketujuh disebut ciptaan menengah (arvaksrota), yakni terciptanya umat manusia (4).

5) Ciptaan yang kedelapan adalah Anugrahasarga (kasih sayang devata), disusun dari karakter (Sattvika dan Tamasika). Kelima ciptaan yang terakhir dikenal dengan Vaikritasarga (ciptaan subyek yang akan berubah). Ciptaan yang kesembilan disebut Kaumarsarga (penciptaan Sanatkumara, dan lain-lain). demikianlah sembilan ciptaan sang Hyang Brahma yang merupakan dasar terciptanya alam semesta (5-6).

6) Bhrigu dan lain-lain mengawini Khyāti dan putri-putri yang dari Daksa. Ciptaan terdiri dari tiga jenis disebut orang, yaitu yang selalu (biasa) berlangsung (nitya), penciptaan yang menimbulkan ciptaan yang lain (naimittika) dan yang berlangsung setiap hari (dainandinì). Ciptaan yang sedang berlangsung ketika masa peleburan disebut Dainandinì. Penciptaan yang selalu berlangsung (tiada hentinya) disebut nitya (7-8).


Teori penciptaan alam semesta (sarga) yang dikenal dengan sembilan ciptaan Sang Hyang Brahma diuraikan pula secara sistematis dan terinci dalam kitab Brahmanda Purāṇa, yang dapat diringkas (direkapitulasi), sebagai berikut.

1) Ciptaan pertama

(1). Mahat (ciptaan kesadaran yang tinggi)

(2). Tanmatra (ciptaan disini disebut juga Bhutasarga)

(3). Vaikarika (ciptaan Aindriyasarga)

Seluruh ciptaan di atas adalah ciptaan Prakrita (dari kata Prakriti), sebagai awal ciptaan.

1) Penciptaan yang kedua

(4). Mukhyasarga (ciptaan yang tidak bergerak)

(5). Tiryaksrota (ciptaan mahluk rendahan dan binatang)

(6). Urdhvasrota (ciptaan berupa dewa-dewa dan mahluk-mahluk sorga).

(7). Arvaksrota (ciptaan umat manusia)

(8). Anugrahasarga (baik Sattvika maupun Tamasika)

Kelimanya (4-8) tersebut di atas disebut Vaikrita (ciptaan kedua) dan fungsi mereka tanpa kesadaran atau bagian depan (sebelum) pengetahuan (a-budhi-purvaka).

2) Penciptaan (setelah) kedua (?)

(9). Kaumarasarga (penciptaan putra-putra yang lahir dari pikiran). Ketika Sanatkumara dan yang lain-lain menjadi seorang Yogi dan tidak melahirkan putra-putra, Sang Hyang Brahma (I.1.5.70-76) menciptakan putra-putra yang lahir dari pikiran-Nya kembali, maka lahirlah: Bhrigu, Angirasa, Marìci, Pulastya, Pulaha, Kratu, Daksa, Atri dan Vasistha dari berbagai bagian badan-Nya (Tagare, Vol.22, Part I, 1993: XXXIV).

            G. V. Tagare dalam terjemahan kitab Vayu Purāṇa, pada bagian kata pengantarnya (XXIII) menyatakan bahwa tentang penciptaan alam semesta (Sarga) bahwa di dalam kitab-kitab Purāṇa ditemukan tiga teori tentang penciptaan alam semesta, yakni (1). Teori Samkhya-Vedānta, (2). Teori Purāṇa dan (3). Teori Samkhya. Berikut dijelaskan ketiga teori tersebut:

1) Teori Samkhya-Vedānta. Penciptaan mulai dengan prinsip dasar yang disebut Mahat dan berakhir dengan Visesa, yakni perbedaan antara lima unsur yang sangat halus dan yang kasar (kasat mata) yang disebut Pañca Mahabhuta dan Pañca Tanmatra. Sumber alam semesta adalah Brahman yang abadi, tanpa awal dan tanpa akhir, tidak dilahirkan, dan tidak dapat dibandingkan dengan apapun. Pada awalnya adalah kegelapan dan Ia yang meresapi seluruh alam semesta yang diselubungi dalam kegelapan (Ia yang tidak termanifest), saat itu Guna dalam keadaan seimbang. Brahman juga disebut Atman. Pada awal penciptaan Ksetrajña (Devata Tertinggi) memimpin Pradhana, menggerakkan Guna dan prinsip dasar Mahat berkembang. Ketika Guna Sattva menjadi sangat dominan di dalam Mahat, unsur spirit yang sangat halus pada jasmani berkembang dan dipimpin oleh Ksetrajña.

Kitab-kitab Purāṇa memberikan etimologi yang populer dari sinonim Brahman, Ksetrajña, dan lain-lain, semacam Samanvaya dan perbedaan istilah dan teori. Ketika Mahat didorong (oleh keinginan Tuhan Yang Maha Esa), terciptalah alam semesta yang besar, Samkalpa (kekuatan pikiran) dan Adhyavasaya (kebulatan/tekad) dalam 2 tendensi (Vritti-dvayam/ I.1.4,16). Teori sintese Samkhya-Vedānta tentang penciptaan ini dapat dijumpai dalam beberapa Purāṇa, antara lain: Agni Purāṇa XVII.2-26, Brahmanda Purāṇa I.1.3.6, dan Kurma Purāṇa I.2.3.

2) Teori Purāṇa. Ksetrajña disebut Brahma yang bangkit dari telur kosmos. Ia adalah mahluk yang pertama mengambil wujud (yang berwujud pertama kali). Ia pencipta dari seluruh Pañca Mahabhuta (baik unsur material maupun mahluk hidup). Hiranyagarbha (Brahman) dalam empat wajah adalah Ksetrajña, baik pada saat penciptaan maupun pada saat Pralaya (penghancuran) alam semesta. Telur kosmos terdiri dari tujuh dunia, bumi dengan tujuh benua, samudra-samudra dan segala sesuatunya termasuk matahari, bulan, bintang-bintang, Loka (Saptaloka) dan Aloka (Saptapatala). dari luar telur kosmos ini dilapisi oleh tujuh lapisan (I.1.1.44-45). Empat yang pertama terdiri dari 4 elemen, yaitu: air, api, angin dan ether (akasa), masing-masing selubung 10 kali lebih besar dibandingkan selubung yang pertama (sebelumnya/yang ditengahnya) dan tiga selubung lainnya terdiri dari Bhutadi, Mahat dan Pradhana yang tidak termanifest. Avyakta (yang tidak termanifest) disebut Ksetra dan Brahma disebut Ksetrajña. Prakrita-sarga dipimpin oleh Brahma. Penciptaan berlangsung tanpa pra-rencana (abuddhipurvaka) seperti halnya kerdipan cahaya (I.1.4.68.-78).

3) Teori Samkhya. Teori Vedānta, Samkhya dan Purāṇa dipadukan dalam teori ini. Analisis yang terang ditunjukkan bahwa Prakrita Sarga adalah penciptaan dari Prakriti. Teori Samkhya yang teistik dapat lebih dijelaskan secara lebih ekplisit dinyatakan dalam uraian (II.5.104) sebagai berikut: “Sebelum penciptaan alam semesta adalah kondisi laya (keseimbangan) dari semua Guna. dalam wujudnya yang Avyakta (tidak termanifestasi), secara potensial terbentang seperti minyak susu (ghee) di dalam susu. Tuhan Yang Maha Agung, dengan kekuatan Yoga-Nya, menciptakan ketidak-seimbangan dari Tri Guna dan terciptalah Tiga Devata Utama (Tri Murti), Brahma (dari Rajas), Api atau Rudra (dari Tamas) dan Visnu (dari Sattva). Sesungguhnya Tuhan Yang Maha Esa yang membagi diri-Nya ke dalam 3 fungsi utama itu”.












2.2.2.Stuktur Dunia Dalam Agama Hindu
Lapisan bumi
Lapisan langit
Keterangan:
  1. Atala
  2. Witala
  3. Sutala
  4. Talatala
  5. Mahatala
  6. Rasatala
  7. Patala
  8. Kala Geni Rudra (inti bumi)
Keterangan:
  1. Bhurloka
  2. Bhuwahloka
  3. Swahloka atau Swargaloka
  4. Mahaloka
  5. Janaloka
  6. Tapaloka
  7. Satyaloka atau Brahmaloka
Lapisan bumi
            Menurut agama Hindu, bumi berbentuk bulat dengan inti yang sangat panas di dalamnya. Inti bumi tersebut merupakan neraka yang terpanas. Sebelum mencapai inti bumi, ada tujuh lapisan yang menyusun bumi. Tujuh lapisan itu disebut Saptapatala. Penghuni lapisan tersebut adalah makhluk supranatural dan naga. Saptapatala terdiri dari: Atala, Witala, Sutala, Talatala, Mahatala, Rasatala, Patala. Atala identik dengan Mahamaya; Witala dipimpin oleh manifestasi Siwa yang disebut Hatakeswara; Sutala dipimpin oleh raksasa Bali; Talatala dipimpin oleh Maya; Mahatala kediaman ular raksasa; Rasatala dihuni para Detya dan Danawa; Patala dipimpin oleh Basuki, raja para naga.



Lapisan Langit
             Menurut agama Hindu, langit yang menyelimuti bumi terdiri dari tujuh lapisan. Tujuh lapisan tersebut dikenal dengan istilah Saptaloka. Bhurloka adalah lapisan yang paling bawah atau lapisan langit yang menyentuh bumi; Bhuwahloka adalah lapisan udara di atasnya, antara langit dan matahari; Swahloka atau Swargaloka adalah kediaman Dewa Indra; Maharloka adalah kediaman Resi Bhrigu; Janaloka adalah kediaman para putera Brahma; Tapaloka merupakan kediaman ras makhluk yang disebut Weragi; Satyaloka atau Brahmaloka merupakan kediaman Brahma.
2.2.3 Umur alam semesta menurut agama hindu
             Dalam kitab-kitab suci Hindu disebutkan bahwa alam semesta diciptakan, dimusnahkan, dan dibuat ulang menurut suatu siklus yang berputar abadi. Siklus tersebut disebut Kalpa atau masa seribu Yuga. Satu Kalpa sama dengan 4.320.000.000 tahun bagi manusia sedangkan bagi Brahma satu Kalpa sama dengan satu hari. Dalam kosmologi Hindu, alam semesta berlangsung selama satu Kalpa dan setelah itu dihancurkan oleh unsur api atau air. Pada saat itu, Brahma istirahat selama satu malam, yang lamanya sepanjang satu hari baginya. Proses itu disebut Pralaya (Katalismik) dan berulang-ulang selama seratus tahun bagi Brahma (311 Triliun tahun bagi manusia) yang merupakan umur Brahma.
             Menurut pandangan umat Hindu, alam semesta sedang berada pada tahun ke-51 bagi Brahma atau 155 Triliun tahun telah berlangsung semenjak Brahma lahir. Setelah Brahma melewati usianya yang ke-100, siklus yang baru dimulai lagi dan segala ciptaan yang sudah dimusnahkan diciptakan kembali. Proses ini merupakan siklus abadi yang terus berulang-ulang dan tak akan pernah berhenti.
             Masa hidup Brahma dibagi setiap satu siklus Mahayuga. Yuga terdiri dari empat bagian, yang mana dalam setiap bagian merupakan zaman yang memiliki karakter berbeda-beda. Mahayuga memiliki 71 Divisi, dan setiap divisi merupakan 14 Manvantara (1000) tahun. Setiap Mahayuga berlangsung 4.320.000 tahun. Manwantara adalah siklus Manu, leluhur manusia menurut kepercayaan Hindu.






BAB III
3.1 Simpulan
            Ada beberapa konsep Penciptaan Alam semesta yang jika ditinjau dari Hinduisma atau dari agama Hindu,Konsep itu dapat kita temukan baik dari Veda ataupun Purana-purana Agama Hindu.Jika dilihat dari Veda terdapat dua Sūkta (himne) yang secara khusus menguraikan tentang penciptaan jagat raya yang dikenal dengan sebutan Nasadiyasūkta dan Puruṣasūkta. Yang pertama menjelaskan asal atau kejadian alam semesta dan yang kedua merupakan dasar filosofis Veda yang menyatakan bahwa segala sesuatunya berasal dari Yajña, yakni pengorbanan Tuhan Yang Maha Esa yang mesti diikuti oleh umat-Nya sebagai usaha untuk menjaga kelangsungan dan harmoni alam semesta. Jika ditinjau dari purana proses penciptaan alam semesta dapat kita lihat pada  Isi pokok purana yang pertama  kitab-kitab Purāṇa umumnya dikenal dengan Pancalaksana, yaitu  Sarga (ciptaan alam semesta yang pertama/yang sangat halus).

           
















DAFTAR PUSTAKA
Jro Mangku Shri Dhanu.2009.Penciptaan jagat raya menurut Agama Hindu.Diakses pada
          tanggal 02 Nopember 2011 dari http://sanggrahanusantara.blogspot.Com/2009/11/
          penciptaan -jagat-raya-menurut-hindu-dan.html

I Made Titib,Dr.2003.Purana Sumber Ajaran Hindu Komprehensip.Jakarta:Pustaka Mitra
           Jaya

sejarah singkat agama hindu di india


Sejarah Agama Hindu di India, perkembangannya dapat diketahui dari kitab-kitab suci Hindu yang terhimpun dalam Veda Sruti, Veda Smrti, Itihasa, Upanisad dan sebagainya.
Pertumbuhan filsafat keagamaan (Darsana) dan perkembangan pelaksanaan keagamaannya tak dapat melepaskan diri dari sumber-sumber tersebut, sehingga perkembangan agama senantiasa bersifat religius, dalam arti dan bernafaskan keagamaan. Agama Hindu merupakan sumber kekuatan batin yang menjiwainya.
Perkembangan Agama Hindu di India, berlangsung dalam kurun waktu yang amat panjang yaitu berabad-abad hingga sekarang. Sejarah yang amat panjag itu menurut pendapat Govinda Das Hinduism Madras, 1924, halaman 25, zaman dikatakan dapat dibagi 3 bagian yang besar, sekalipun batas-batas pembagiannya tak dapat dipastikan dengan jelas. Ketiga bagian itu adalah :
2.1.1.      Zaman Veda Kuna.
2.1.2.      Zaman Brahmana.
2.1.3.      Zaman Upanisad.


2.1.1. Zaman Veda Kuna
Zaman ini dimulai dari datangnya bangsa Arya kurang lebih 2500 tahun sebelum masehi ke India, dengan menempati lembah sungai Sindhu, yang juga dikenal dengan nama Punyab (daerah lima aliran sungai). Bangsa Arya tergolong ras Indo Eropa, yang terkenal sebagai pengembara cerdas, tangguh dan trampil.
Zaman Veda kuna merupakan zaman penulisan wahyu suci Veda yang pertama yaitu Rg Veda. Kehidupan beragama pada jaman ini, didasarkan atas ajaran-ajaran yang tercantum pada Veda Samitha, yang lebih banyak menekankan pada pembacaan perafalan ayat-ayat Veda secara oral, yaitu dengan menyanyikan dan mendengarkan secara berkelompok.
Veda adalah kitab suci Agama Hindu. Sumber ajaran Agama Hindu adalah kitab suci Veda. Semua ajarannya bernafaskan Veda. Veda menjiwai ajaran Agama Hindu, karena itu agama Hindu mengakui kewenangan ajaran kitab suci Veda. Veda adalah wahyu atau sabda suci Tuhan Yang Maha Esa/Hyang Widhi Wasa, yang diyakini oleh umatnya sebagai anadi ananta yakni tidak berawal dan tidak diketahui kapan diturunkan dan berlaku sepanjang masa. Namun demikian di kalangan sarjana, baik Hindu maupun Barat telah berikhtiar untuk menentukan kapan sebenarnya Veda itu diwahyukan, hal ini dikemukakan antara lain oleh :
1)      Lokamaya Tilakshastri :
Memperkirakan Veda sudah diturunkan sekitar 6000 tahun sebelum masehi.
2) Bal Gangadhar :
Memperkirakan bahwa Veda sudah diturunkan sekitar tahun 4000 sebelum Masehi, yang diterima oleh para Maharsi.
Maharsi adalah orang-orang suci yang dapat berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa. Di dalam agama Hindu, Maharsi penerima wahyu itu tidaklah hanya seorang, melainkan beberapa orang, yang telah populer dengan sebutan Sapta Rsi yaitu tujuh orang Rsi adalah :
1) Grtsamada              5) Wasistha
2) Wiswamitra             6) Kanva
3) Atri                         7) Wamadeva
4) Bharadwaja
Selain Sapta Rsi, juga dikenalk 29 Maharsi penerima wahyu yang disebutkan dengan Nawavimsati Krtyasca Vedavyastha Maharsihbhih yaitu antara lain : Swaymabhu, Daksa, Usana, Aditya, Wrhaspati, Mrtyu, Indra, Wasistha, Saraswata, Tridhatu, Tridrta, Sandyaya, Akasa, Dharma Triyaguna, Dhananjaya, Kertyaya, Ranajaya, Gotama, Uttama, Parasara dan Vyasa.
Pada zaman Veda, dilanjutkan dengan penulisan dan penghimpunan wahyu Veda lainnya, seperti Sama Veda Yajur Veda dan Atharva Veda, yang penulisannya mempunyai jarak waktu sangat jauh jika dibandingkan dengan Rg Veda.
Menurut tradisi Hindu, Maharsi terbesar yang sangat besar jasanya dalam menghimpun dan mengkodifikasikan Catur Veda adalah Maharsi Vyasa. Beliau dibantu oleh empat orang siswanya yaitu :
1)      Maharsi Pulaha sebagai penyusun Rg Veda.
2)      Maharsi Jaimini sebagai penyusun Sama Veda.
3)      Maharsi Waisampayana sebagai penyusun Yajur Veda.
4)      Maharsi Sumantu, sebagai penyusun Athara Veda.

1) Rg Veda
Merupakan yang tertua dan terpenting. Isinya dibagi atas 10 mandala, menunjukkan kebenaran yang mutlak. Mantranya terdiri dari 10.552, diucapkan untuk mengundang, mendekatkan Tuhan Yang Maha Esa dan manifestasi yang dipuja agar hadir pada saat upacara. Pengucapan mantra adalah pemimpin upacara yang disebut Hotr.
2) Sama Veda
Isinya hampir seluruhnya diambil dari Rg Veda, kecuali beberapa nyanyian suci yang dinyanyikan pada waktu pacara dilakukan. Jumlah mantranya terdiri dari 1875. Penyampaian nyanyiannya diberikan lagu,  yang diucapkan oleh pemimpin uapcara yang disebut Udgatr.
3) Fajur Veda
Terdiri dari 1975 mantra, berbentuk prosa yang isinya berupa yajur atau rafal dan doa pengucapannya adalah pemimpin upacara bernama Adwaryu pada saat dilaksanakan suatu upacara korban. Fungsi rafal adalah bukan menuju para dewa melainkan untuk mengubah upacara korban yang dipersembahkan menjadi makanan yang dapat diterima oleh para dewa dengan pengucapkan berulang-ulang disertai dengan menyebutkan nama dewa yang dihadirkan.
4) Atharva Veda
Terdiri dari 5987 mantra berbentuk prosa yang isinya berupa mantra-mantra dan kebanyakan bersifat magis, yang memberikan tutunan hidup sehari-hari berhubungan dengan keduniawian seperti tampak dalam sihir, tenung, perdukunan. Isi sihir-sihir dimaksud bertujuan untuk menyembuhkan orang-orang sakit, mengusir roh-roh jahat, mencelakakan musuh dan lain sejenisnya.
Veda sebagai sumber ajaran agama Hindu terdiri dari kitab Sruti dan Smrti. Sruti adalah wahyu sedangkan Smrti adalah kitab yang menguraikan komentar, penjelasan atau tafsir terhadap wahyu. Materi veda diuraikan pada Sruti dan Smrti. Sruti menurut sifat dan isinya dibedakan atas 4 bagian, yaitu :
1) Mantra ;                  3) Aranyaka ;
2) Brahmana ;              4) Upanisad.
Kitab mantra atau mantra samhita, umumnya sangat tua dan merupakan dokumen umat manusia yang tertulis dan masih ada hingga sekarang, memakai bahasa Sansekerta. Kitab tersebut dipakai pedoman dalam melaksanakan kehidupan beragama.
Kepercayaan pada zaman Veda kuna sebagai dasar keagamaan agama Hindu menurut kitab-kitab Veda Samhita ada dua golongan zat hidup yang kedudukannya lebih tinggi dari pada manusia, yaitu : Dewa-dewa dan roh-roh jahat.
Dewa-dewa yang dipercayai kedudukannya lebih tinggi, karena bersikap murah pada manusia dan berkenan menerima pujaan dan pujian manusia. Dewa-dewa selalu dihadirkan dalam menyelamatkannya dari gangguan-gangguan roh jahat. Mengenai jenis korban yang dilakukan, ada dua macam, yaitu :
1)      Korban tetap, seperti :
-          tiap kali,
-          pada waktu pagi dan sore,
-          tiap bulan baru,
-          tiap bulan purnama,
-          tiap awal musim semi,
-          tiap awal musim hujan,
-          tiap awal musim dingin
2)      Korban berkala, seperti :
-          Korban soma,
-          Korban Aswameda/Korban Kuda,
-          Korban Rajasuya.
Selain korban-korban tersebut, juga masih ada upacara-upacara lain yang harus dilakukan yaitu seperti pada waktu : istri mengandung, istri melahirkan anak, anak berumur tiga bulan, anak akan diajak bepergian untuk pertama kalinya, anak untuk pertama kali mulai diberi makan, anak dicukur yang pertama kalinya.
Mengenai Dewa-dewa dalam Rg Veda disebutkan ada 33 Dewa, dibedakan atas : Dewa-dewa langit, Dewa-dewa Angkasa, Dewa-dewa Bumi.
Dewa-dewa langit antara lain adalah Dewa Waruna, yang dipandang sebagai pengawas tata dunia atau Rta. Akibat karya Dewa Waruna maka langit teratur, sungai-sungai mengalir dengan baik dan musim-musim datang pada waktunya. Dewa Waruna memberikan hadiah kepada yang mengikuti Rta dan hukuman kepada yang jahat. Selain Waruna juga Dewa Surya dan Dewa Wisnu termasuk Dewa Langit. Dewa Surya diyakini dapat memperpanjang hidup dan mengusir penyakit. Dewa Surya digambarkan sebagai menaiki kereta yang ditarik oleh tujuh ekor kuda. Dewa Wisnu dimasukkan Dewa langit karena dapat melangkah tiga langkah. Langkahnya yang ketiga dipandang tertinggi, sebagai Surga tempat kediaman para Dewa.
Dewa-dewa Angkasa antara lain adalah Dewa Indra dan Dewa Angin. Dewa Indra sering disebut Dewa perang dan mendapatkan kehormatan yang besar sekali, sebab sering membantu manusia dalam perang. Dewa Indra digambarkan bersenjatakan panah/wajra. Dewa angin dipandang sebagai dewa yang penting.
Yang termasuk Dewa-dewa bumi adalah Dewa Pertiwi, dan Dewa Agni. Dewa Pertiwi adalah Dewa Bumi yang sering disembah sebagai Dewa Ibu. Dewa Agni juga disebut Dewa Api, yang sering dimohon anugrahnya sebab itu api tetap dipergunakan dalam pelaksanaan upacara keagamaan.
Pandangan terhadap roh-roh jahat ada dua golongan, yaitu yang tinggi dan rendah martabatnya. Yang tinggi martabatny menjadi musuh para Dewa-dewa seperti Dewa Warta yaitu musuh dari Dewa Indra. Dewa Warta adalah penguasa musim kemarau.
Yang rendah martabatnya adalah Raksasa, yang sering menampakkan dirinya sebagai binatang, manusia, pisaca, yang suka makan daging mentah dan mayat serta bangkai-bangkai binatang.

2.1.2. Jaman Brahamana
Pada zaman ini ditandai dengan munculnya kitab Brahmana sebagai bagian dari Veda Sruti yang disebut karma kanda. Kitab ini memuat himpunan doa-doa serta penjelasan uapcara korban dan kewajiban-kewajiban keagamaan. Disusun dalam bentuk prosa yang ditulis oleh bangsa Arya yang bermukim di bagian timur India yaitu lembah sungai Gangga. Jumlah kitab Brahmana banyak, antara lain :
1) Rg Veda
Memiliki dua jenis yaitu Aiteriya dan Kauisitaki Brahamana.
2) Sama Veda
Memiliki kitab Tandya Brahmana yang dikenal dengan nama Panca Wimsa, memuat legenda kuna yang dikaitkan dengan upacara korban.
3) Yajur Veda
Memiliki beberapa buah kitab antara lain Taitirya Brahmana untuk Yajur Veda hitam/Kresna dan Yajur Veda Putih/Sukla.
4) Atharva Veda
Memiliki Gopatha Brahmana.
Perkembangan agama Hindu pada zaman Brahmana ini merupakan peralihan dari zaman Veda Samhita ke zaman Brahmana, kehidupan beragama pada zaman Brahamana ini ditandai dengan memusatkan keaktifan pada batin/rohani dalam upacara korban. Kedudukan kaum Brahmana mendapatkan perlindungan yang baik, karena dapat berpengaruh amat besar. Hal ini terlihat pada masa pemerintahan dinasi Chandragupta Maurya (322-298 sm) di kerajaan Magadha berkat bantuan Brahmana Canakya (Kautilya).
Pada zaman Brahmana pula timbul perubahan suasana yang bercirikan antara lain :
1)      Korban/yajna mendapat tekanan yang berat.
2)      Para Pendeta menjadi golongan yang sangat berkuasa
3)      Munculnya perkembangan kelompok-kelompok masyarakat dengan berjenis-jenis pasraman.
4)      Dewa-dewa menjadi berkembang fungsinya.
5)      Timbulnya kitab-kitab Sutra.
Ciri-ciri perkembangan kehidupan beragama pada zaman Brahmana ini, hidup manusia dibedakan menjadi 4 asrama sesuai dengan warna dan dharmanya yaitu :
1)      Brahmacari, yaitu masa belajar mencari ilmu pengetahuan untuk bekal menjalani kehidupan selanjutnya.
2)      Grhastha, yaitu tahap hidup berumah tangga dan menjadi keluarga.
3)      Wanasprastha, yaitu hidup menjadi penghuni hutan/pertapa.
4)      Sanyasin, yaitu kewajiban hidup meninggalkan segala sesuatu.

2.1.3. Zaman Upanisad
Kehidupan agama Hindu pada zaman ini bersumber pada ajaran-ajaran kitab Upanisad yang tergolong Sruti dijelaskan secara filosofis. Konsepsi terhadap keyakinan Panca Sradha dijadikan titik tolak pembahasan oleh para arif bijaksana dan para Rsi. Selain itu juga konsepsi terhadap tujuan hidup yang disebut Catur Purusa Artha yaitu : dharma, artha, kama dan moksa diformulasikan menjadi lebih baik.
Melalui upanisad yaitu duduk dekat dengan guru untuk menerima wejangan-wejangan suci yang bersifat rahasia, ajaran-ajaran tersebut diberikan kepada murid-muridnya yang setia dan patuh. Tempat berguru dilaksanakan dengan sistim pasraman, yaitu secara terbatas di hutan. Ajaran Upanisad disebut Rahasiopadesa atau Aranyaka yang berarti ajaran rahasia yang ditulis di hutan. Mengenai inti pokok dan isi upanisad yang diberikan, adalah pembahasan hakekat Panca Sradha Tattwa.
Jumlah semua kitab upanisad ada 108 buah dan tiap Veda Samhita mempunyai upanisad tersendiri, antara lain :
-          Rg Veda, mempunyai :
Atireya upanisad
Kausitaki upanisad
-          Sama Veda, mempunyai :
Chandogya upansiad,
Kena Upanisad
Maitreyi upanisad
-          Yajur Veda mempunyai :
Taitriyaka upansiad
Svetasvatara upanisad
Kausika Upanisad
Brhadaranyaka upanisad
Jabala upanisad.
-          Atharva Veda mempunyai :
Prasna Upanisad
Manduknya upanisad
Atharwasira upanisad
Tuntunan-tuntunan keagamaan pada zaman upanisad diarahkan untuk meninggalkan ikatan keduniawian dan kembali ke asal sebagai tujuan akhir mencapai moksa untuk menyatu pada Brahman.
Sistim hidup kerohanian melalui pasraman-pasraman itu, kemudian menimbulkan munculnya berbagai aliran filsafat keagamaan, yang masing-masing mencari dan menunjukkan cara atau jalan mencapai moksa itu. Aliran filsafat yang timbul keseluruhannya dapat dikelompokkan menjadi 9 yang disebut Nawa Darsana terdiri dari : Kelompok Astika yang juga disebut Sad Darsana meliputi :
1) Nyaya,                    2) Waesisika
3) Mimamsa                4) Samkhya
5) Yoga                       6) Wedanta

Kelompok Nastika meliputi :
1)      Budha                       
2)      Carvaka
3)      Jaina

Referensi :
Team Penyusun,Pendidikan Agama Hindu di Perguruan Tinggi.Universitas Hindu Indonesia,Denpasar.